Dalam kesimpulan yang telah diberikan oleh para sesepuh Cirebon, bahwa banyak orang Cirebon yang menggunakan Sahadat Cerbon sebagai;
a. Do’a-do’a khusus (mungkinkah itu terapi kejiwaan?) untuk masalah-masalah pengobatan dan bidang-bidang pekerjaan. Misalnya Sahadat Muntahar untuk pengobatan melalui tenaga dalam dan dapat menguatkan keyakinan orang. Sahadat Jepura untuk pekerjaan yang berkaitan dengan keahlian, misalnya perbengkelan. Sahadat Fatimah untuk problem rumah tangga. Hanya saja, kesimpulan yang telah diberikan oleh orang tua kita ini perlu kita kaji ulang, sejauh mana pengaruh nyata yang diakibatkan reaksi masing-masing Sahadat Cerbon terhadap kasusu tertentu[1].
b. Sahadat Cerbon menjadi salah satu alat dan cara (tarek[2]) bagi orang tua zaman dahulu (Para Wali) untuk mencapai dan mensuasanakan ma’rifatullah[3]. Jadi dalam konteks ini, Sahadat Cerbon tidak diposisikan sebagai do’a-do’a ampuh, tapi hanya sebagai media perenungan. Hanya saja, tidak ditemukan penjelasan yang rinci mengenai tahapan yang harus dilakukan, juga belum ada pejelasan yang pasti mengenai Sahadat Cerbon yang digunakan untuk perenungan tersebut.
[1] Hasil wawancara dengan para penganut Sahadat Cerbon di Indramayu, tanggal 13 Mei 2009.
[2] Bandingkan dengan penjelasan dan definisi yang diberikan oleh al Ghazali tentang Musyahadah dalam karyannya yang diberinama al Imla, hanya saja al Ghazali berbicara tentang kondisi, sementara SAHADAT CERBON memberikan cara. Adapun samudranya tetap satu, ma’rifatullah. (Al Imla, Libanon:Darul Fikr, 1997 hlm. 19)
[3] Hasil wawancara dengan Sesepuh Kramat Jaha, Kaligandu, Cirebon Girang, tanggal 9 Mei 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar